M. Toer dan Jejak Awal Nahdlatul Ulama di Blora
Blora, sebuah kota kecil yang menjadi latar dalam karya-karya Pramoedya Ananta Toer, menyimpan banyak sejarah, termasuk jejak perjuangan sang ayah, Mastoer atau lebih dikenal sebagai M. Toer. Dalam novel Bukan Pasar Malam, Pramoedya menggambarkan kepulangannya setelah 25 tahun meninggalkan Blora, di mana ia menemukan banyak perubahan, termasuk ikon-ikon kota yang tak lagi seperti dulu.
M. Toer adalah seorang pendidik dan pejuang yang gigih menentang feodalisme. Ia berperan dalam gerakan pendidikan dan kebangkitan nasional, salah satunya melalui organisasi Boedi Oetomo. Pada 1922, ia menerima tantangan dari Bupati Blora R.M. Said Tirtonegoro untuk menghidupkan kembali Institute Boedi Oetomo (IBO) di Rembang, yang hampir mati setelah kepergian Dokter Soetomo. Meski sang bupati wafat pada 1926, M. Toer tetap melanjutkan misinya.
Namun, perjalanan aktivismenya tidak hanya terbatas pada dunia pendidikan. Menurut Soesilo Toer, adik Pramoedya, M. Toer juga terlibat dalam Nahdlatul Ulama (NU) di Blora pada masa awal berdirinya organisasi tersebut. Klaim ini menarik untuk ditelusuri lebih dalam, mengingat latar belakang keluarganya yang berasal dari lingkungan santri di Kediri serta mertua yang merupakan seorang naib penghulu di Rembang. Meski tidak banyak bukti tertulis mengenai peran M. Toer dalam NU Blora, keterlibatannya dalam gerakan pendidikan sejalan dengan visi NU dalam membangun sekolah dan madrasah.
Sejarah NU di Blora sendiri cukup panjang. Dalam majalah Berita LINO (Lailatoel Idjtima’ Nahdlatoel Oelama) edisi Mei 1971, disebutkan bahwa NU Cabang Blora berdiri pada 1927 dengan Kiai Maksum sebagai ketuanya. Namun, berdasarkan sumber resmi dari Swara Nahdlatoel Oelama (SNO), NU di tingkat cabang baru diinisiasi pada 1928 oleh Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari di Jombang. Dokumentasi lain menyebutkan bahwa kepengurusan NU di Blora baru terbentuk pada 1929 setelah diadakan musyawarah yang dihadiri sejumlah tokoh setempat.
Salah satu bukti nyata perkembangan NU di Blora adalah pendirian Madrasah Tarbiyatul Athfal pada 12 Juli 1929 di Jetis, Blora. Sekolah ini diinisiasi oleh 13 tokoh, termasuk KH Abdul Hadi dan KH Muhammad Idris. Upaya mendirikan madrasah ini sejalan dengan semangat M. Toer dalam memperjuangkan pendidikan, seperti yang ia tegaskan dalam Bukan Pasar Malam: sekalipun di masa perang, sekolah harus tetap dibuka!
Kendati peran M. Toer dalam NU Blora belum sepenuhnya terkonfirmasi, semangatnya dalam membangun pendidikan dan menentang feodalisme sangatlah selaras dengan nilai-nilai yang diperjuangkan NU. Jejak perjuangannya tetap menjadi bagian penting dari sejarah Blora dan pergerakan Islam di daerah tersebut.
artikel ini juga telah terbit di www.nu.or.id